Saturday, March 24, 2012

Wanita dalam Tinjauan Al-Qur an


Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(Q.S. 4 : An Nisaa’ : 9)

KESETARAAN PRIA DAN WANITA :
1. Kesetaraan dalam pahala kebaikan
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Q.S. 3 : Ali Imran : 195)

2.Kesetaraan untuk mendapatkan pengampunan
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. 33 : Al Ahzab : 35)
Katakanlah: "Hai hamba-hamba- Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. 39 : Az Zumar : 53)

3.Kesetaraan dalam kewajiban mencari Ilmu
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. 96 : Al Alaq : 1-6)

Monday, February 27, 2012

2. Perempuan dan Pendidikan Islam

  1. Perempuan dan Pendidikan Islam
Islam datang, sementara kebanyakan manusia mengingkari kemanusiaan wanita dan sebagian yang lain meragukannya. Ada pula yang mengakui akan kemanusiaannya, tetapi mereka menganggap wanita itu sebagai makhluk yang diciptakan semata-mata untuk melayani kaum laki-laki.
Maka merupakan 'izzah dan kemuliaan Islam, karena dia telah memuliakan wanita dan menegaskan eksistensi kemanusiaannya serta kelayakannya untuk menerima taklif (tugas) dan tanggung jawab, pembalasan, dan berhak pula masuk surga. Islam menghargai wanita sebagai manusia yang terhormat. Sebagaimana kaum laki-laki, wanita juga mempunyai hak-hak kemanusiaan, karena keduanya berasal dari satu pohon dan keduanya merupakan dua bersaudara yang dilahirkan oleh satu ayah (bapak) yaitu Adam, dan satu ibu yaitu Hawwa.
Keduanya berasal dari satu keturunan dan sama dalam karakter kemanusiaannya secara umum. Keduanya adalah sama dalam hal beban dan tanggung jawab, dan di akherat kelak akan sama-sama menerima pembalasan. Demikian itu digambarkan oleh Al Qur'anul Karim sebagai berikut:
"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinnya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (An-Nisa': 1)
Jika seluruh manusia baik laki-laki maupun perempuan itu diciptakan oleh Rabb mereka dari jiwa yang satu (Adam), dan dari jiwa yang satu itu Allah menciptakan isterinya agar keduanya saling menyempurnakan – sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur'an – kemudian dari satu keluarga itu Allah mengembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak, yang kesemuanya adalah hamba-hamba bagi Tuhan yang Esa, dan merupakan anak-anak dari satu bapak dan satu ibu, maka persaudaraanlah yang semestinya menyatukan mereka. Oleh karena itu Al Qur'an memerintahkan kepada manusia untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah dan memelihara hubungan kasih sayang antara mereka.
Firman Allah:
" .. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim." (An-Nisa': 1)
Dengan penjelasan Al Qur'an, ini maka laki-laki adalah saudara perempuan dan perempuan adalah saudara kandung laki-laki.
Rasulullah SAW bersabda:
إن النساء شقائق الرجال
"Sesungguhnya tiada lain wanita adalah saudara sekandung kaum pria."
Berdasarkan hal di atas maka kebebasan perempuan pada dasarnya sama dengan kebebasan laki-laki, baik masalah ibadah syari’ah, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, setiap orang berkompetisi untuk menjadi orang yang ilmunya dapat diserap oleh orang lain dengan berbagai metode. setiap pendidik dan peserta didik mempunyai hak yang sama dalam mentransfer dan menyerap ilmu. Islam tidak hanya memerintahan setiap muslim dan muslimah untuk menuntut ilmu hingga ke liang lahat, yang terlebih penting adalah bagaimana setiap mereka memanfaatkan kesempatan. Karenanya Allah menciptakan manusia dengan fitrah ilahiyyah, dimana pada saatnya setiap manusia mampu membedakan mana yang benar mana yang buruk.
Perbedaan dalam menyerap ilmu bukan pada sisi ini (fitrah), namun Nampak dari fisiklynya, baik lelaki dengan perempuan jauh berbeda; misalnya akal. Dalam hal ini Islam telah menetapkan sisi perbedaan sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.
يا معشر النساء ! تصدقن و أكثرن الاستغفار فإني رأيتكن أكثر أهل النار إنكن تكثرن اللعن و تكفرن العشير ما رأيت من ناقصات عقل و دين أغلب لذي لب منكن أما نقصان العقل: فشهادة امرأتين تعدل شهادة رجل فهذا نقصان العقل و تمكث الليالي ما تصلي و تفطر في رمضان فهذا نقصان الدين

Wahai kaum wanita, bersedekahlah dan perbanyak istighfar. Sesungguhnya (pada malam Isra’) aku lihat kalian mendominasi neraka!” seorang perempuan yang kritis dan cerdas di antara kerumunan wanita itu bertanya, “Mengapa kami menjadi mayoritas penghuni neraka, wahai Rasulullah?” Beliau menjelaskan, “kalian selalu sering melaknat dan mengufuri nikmat dari suami. Memang tidak aku lihat di antara orang-orang yang kurang akal dan agama yang lebih dominan bagi orang yang bernalar sehat daripada kalian.” Seorang lelaki bertanya, “wahai Rasulullah, apa maksud kurang akal dan agama?” Beliau menjawab, “Disebut kurang akal karena kesaksian dua orang perempuan sebanding dengan seorang lai-laki. Inilah yang dimaksud berakal mius. Sedangkan yang dimaksud beragama minus adalah berdiam selama bermalam-malam tanpa melakukan shalat dan puasa pada bulan Ramadhan (saat haid). (HR. Mutafaq ‘Alaih).


Kendati demikian, Islam tidak bermaksud membatasi gerak perempuan, terlebih dalam pendidikan Islam. Kaum wanita sangat embutuhkan mauizhah dan peringatan. Islam beserta rasulnya pun sangat memperhatikan masalah ini. Akal dapat bertambah dan berkurang sebagaimana halnya keimanan dan agama. Kekurangan akal perempuan dan agamanya disebabkan ketidaksempurnaannya dalam menjalani siklus aksi dan kontinuitas amalan-amalan agama serta mengaktifkan akal, baik faktor keterpaksaan (menstruasi) maupun faktor prestasi.
Tercatat dalam sejarah perkembangan Islam masa kenabian Muhammad SAW, banyak dari kalangan kaum perempuan muslimah yang aktif dalam menyemarakkan syi’ar Islam melalui dakwah-dakwahnya. Aisyah RA. Adalah tokoh shahabiyah yang terkenal kritis, terutama terhadap shahabat-shahabat nabi SAW. yang menurutnya tidak sependapat dengan apa yang ia dapatkan dari nabi SAW. salah satu contoh, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh:
حدثنا سعيد بن أبي مريم قال: أخبرنا نافع بن عمر قال: حدثني ابن أبي ملكية: أن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم: كانت لا تسمع شيئا لا تعرفه، إلا راجعت فيه حتى تعرفه، وأن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (من حوسب عذب). قالت عائشة: فقلت: أوليس يقول الله تعالى: {فسوف يحاسب حسابا يسيرا}. قالت: فقال: (إنما ذلك العرض، ولكن: من نوقش الحساب يهلك).
Dari Ibn Abu Mulaikah RA. dia berkata, “Setiap kali mendengar sesuatu yang belum diketahuinya, ‘Aisyah (isteri Nabi SAW.) akan mengulang-ulangnya sampai ia benar-benar mengerti. Ketika Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa yang diintrograsi siksa maka ia akan disiksa.” Aisyah berkata, “Tapi bukankah Allah Ta’ala berfirman, “Dia akan menanyai dengan pertanyaan yang mudah. (QS. Al-Insyiqaq : 08). Beliau menjelaskan, “Itu hanya pemaparan, akan tetapi orang yang dipermasalahkan hisab maka ia pasti binasa (masuk neraka).” (HR. Bukhari no. 103)


Teks naqli ini menunjukan bahwa hak perempuan dalam pendidikan sangat diperhatikan oleh Rasulullah SAW. terlihat bahwa Aisyah sangat antusias dalam memahami makna-makna hadits dan beliau SAW. pun tidak bosan-bosan mengulang-ulang kajian ilmu.

5. Dedikasi Perempuan dalam Pendidikan Islam

5. Dedikasi Perempuan dalam Pendidikan Islam
Sebuah keberhasilan di berbagai bidang sosial kemasyarakatan, lebih-lebih pada bidang agama dan ruang lingkupnya tidaklah mudah diraih tanpa adanya perjuangan dan pengorbanan sebagai bentuk pengabdian pada bidang masing-masing, inilah yang disebut dedikasi. Dari sini muncul keikhlasan seseorang dalam melakukan aktivitas yang berguna.
Dalam dunia pendidikan Islam, tidak terlepas dari peran serta pihak-pihak terkait; mulai dari seorang pendidik, materi, peserta didik, dan tujuan. Paling tidak, apa yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an sebagai metode cultural dan universal dalam pendidikan Islam,

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Nahl : 125)

Ayat ini dan yang serupa dengannya, memberikan metode dalam menyampaikan pengajaran dan pendidikan Islam. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang merupakan satu sistem (satu kebulatan yang terdiri atas pelbagai unsur yang saling menopang, mengukuhkan, saling melengkapi atau menyempurnakan. Sedang dalam Islam pendidikan biasa disebut dengan tarbiyah, yang berarti mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya. Seperti halnya seseorang mengajari seorang anak mengaji al-Qur’an mulai dari mengenal huruf, baris, sampai kepada ayat-ayat panjang.
Dengan demikian, pendidikan Islam adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, asuhan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi, dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertantu pada jangka waktu tertentu dan dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Bertolak dari paparan di atas, maka pendidikan adalah sebuah aktivitas mulya yang bersumber dari berbagai zaman. Sebuah bimbingan ke jalan yang lebih luas dan masa depan yang lebih cerah, membutuhkan subjek-subjek yang berdedikasi matang dan berkopetensi, baik dia seorang lelaki maupun perempuan. Nabi Muhammad SAW. adalah seorang lelaki yang menjadi sentra percontohan seorang pendidik yang sempurna. Beliau membimbing, mengajari, dan mengarahkan orang-orang sekelilingnya pelajaran yang dapat mengantarkannya ke gerbang kesuksesan hingga bermunculanlah generasi-generasi yang mumpuni.
Terkait dengan pembahasan ini, baik pada masa lalu maupun masa kini, kaum lelaki mendominasi menjadi seorang pendidik dan da’i. Namun bukan suatu fenomena yang aneh dan tabu jika hadir seorang perempuan maju ke muka dengan melontarkan kajian-kajian ilmiyah dan sciencenya. Perbedaannya hanya pada jenis kelamin yang berkesan bahwa lelaki lebih kuat dan berfikir luas dari pada lawan jenisnya. Sisi lain, tidak sedikit seorang pendidik perempuan telah banyak ‘mencetak’ para ahli ilmu pada bidang masing-masing.
Penulis menganalisi sebuah novel ‘Wanita Berkalung Sorban’. Dari judulnya nampak sebuah kata yang janggal, yaitu ‘sorban’. Sebuah pakian pelengkap yang biasa dikenakan oleh kaum lelaki muslim. Kata itulah yang akan menguak figur seorang perempuan muda yang hidup di suatu pusat pendidikan Islam yang biasa di sebut pesantren. Layaknya wanita lain, kesempatannya untuk maju dan berkembang selalu terbatas dengan hukum yang sudah mentradisi, yaitu laki-laki adalah pemimpin pada berbagai bidang.
Tidak ada motivasi khusus baginya untuk berontak dalam arti positif, selain setelah benar-benar merasa tertindas dengan kesewenang-wenangan yang ekstrim dari seorang lelaki yang menjadi suaminya. Aksi pembaharuannya cukup menjadi garam dalam luka, hingga ahirnya ia tampil menjadi sosok wanita berkalung sorban tanpa menginjak-injak sorban itu.
Ditinjau dari sisi pendidikan Islam, sosok perempuan di atas mencerminkan seorang pembaharu dalam bidang pendidikan dalam arti luas. Islam memiliki retorika pada berbagai bidang, khususnya yang direspresentasikan oleh bagian kalangan, banyak mengadopsi aliran keras melawan wanita, yang menganggapnya sebagai makhluk di bawah derajat lelaki. Wanita harus selalu berada di rumah, tidak di luar, kecuali terpaksa untuk emenuhi kebutuhan pokok atau semisalnya.
Pada asalnya retorika al-Qur’an dan sunnah ditujukan kepada laki-laki dan perempuan secara bersamaan, kecuali jika ada nash lain yang mengkhususkannya untuk salah satu dari kedua jenis itu. Maka ketika retorika al-Qur’an berbunyi, “ya Ayyuha lladzina amanu” (Wahai orang-orang yang beriman) atau “Ya ayyuha nnas” (wahai sekalian manusia) yang diseru dalam hal ini adalah laki-laki dan perempuan secara bersamaan.
Lihatlah ummu Salamah ketika mendengar seruan Rasulullah SAW. “Wahai sekalian manusia,” maka ia segera meninggalkan kesibukannya, yang ketika itu sedang ditata rambutnya oleh tukang sisirnya. Dikatakan, “Bukankah beliau menyerukan, Wahai manusia? Ummu Salamah menjawab; “Saya termasuk manusia.”
Tidak terbayangkan dalam Islam adanya prejudikasi buruk terhadap perempuan sekaligus enguntungkan laki-laki, atau mendeskriditkan wanita dan sebalinya. Karena yang menurunkan syariat bukanlah seorang laki-laki, atau kelompok laki-laki, sehingga berlaku buruk kepada wanita. Dalam hal ini adalah Tuhan dari seluruh makhluk laki-laki dan perempuan, Tuhan yang mempersatukan kedua makhluk ini dalam ikatan pernikahan.
Pelajaran lain dari retorika agama, yang menunjukan dedikasi peremuan, sebagaimana hadits,
يا أمتاه لا اعجب من فهمك أقول زوجة رسول الله صلى الله عليه وسلم وبنت أبي بكر ولا اعجب من علمك بالشعر وأيام الناس أقول ابنة أبي بكر وكان أعلم الناس أو من أعلم الناس ولكن اعجب من علمك بالطب كيف هو ومن أين هو قال فضربت على منكبه وقالت أي عرية ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يسقم عند آخر عمره أو في آخر عمره فكانت تقدم عليه وفود العرب من كل وجه فتنعت له الأنعات وكنت أعالجها له فمن ثم

Berkata ‘Urwah kepada ‘Aisyah RA., “Wahai hamba perempuan, aku tidak heran dengan pengetahuanmu, karena kamu adalah isteri Rasulullah SAW. dan puteri Abu Bakar. Aku juga tdak heran dengan pengetahuanmu tentang syair dan hari-hari manusia, karena kamu adalah puteri Abu Bakar, manusia yang paling alim. Namun yang aku herankan adalah pengetahuanmu tentang kedokteran, bagaimana mungkin kamu mempelajarinya, darimana dan apa?” ‘Aisyah lalu menepuk bahunya dan berkata, “Wahai ‘Urwah, saat Rasulullah SAW. sakit, selama itu pula tabib-tabib dari penjuru Arab datang silih berganti. Mereka memberikan berbagai resep untuk beliau dan akulah yang mengobatkannya kepada beliau. Dari sanalah (aku mengetahui ilmu kedokteran) ”(HR. Imam Ahmad)
Telah terbukti dalam sejarah bahwa di bawah naungan Islam, perempuan mampu mencapai tingkat keilmuan dan kebudayaan yang tertinggi, serta memperoleh porsi terbesar dalam pendidikan dan pengajaran pada masa generasi Islam pertama.
Wanita-wanita muslimah ada yang menjadi penulis dan penyair kondang, seperti: Ulyah binti al-Mahdi, ‘Aisyah bin Ahmad bin Qadim, walladah binti al-halifah al-Mustakfi Billah, dan didapati seorang penulis dan aktivis perempuan Mesir abad19; Zainab al-Ghazali, dan lain-lain.
Fenomena “Wanita Berkalung Sorban” adalah fiksi yang hendak mengingatkan kepada para kaum lelaki ‘Jahiliyah’ agar lebih jeli dan adil dalam menyikapi kaum perempuan, kendatipun Islam menjunjung tinggi derajat mereka. Mengingatkan pula kembali kepada kaum perempuan yang berobsesi menempati posisi kaum pria dengan tanpa pertimbangan yang matang agar mereka lebih menyadari sebagai mahkluk Tuhan yang sangat mendapat perhatian khusus dari Allah Ta’ala.

4. Perempuan Dalam Masyarakat

            4. Perempuan Dalam Masyarakat
Di atas telah dipaparkan tentang bukti bahwa perempuan mempunyai hak dan kemampuan yang sama sebagaimana kaum lelaki dari sudut pandang yang lain. Kendati perempuan diciptakan dengan kelemahan-kelemahannya, sisi lain Islam hendak menunjukan kepada para kaum perempuan untuk mempertahankan fitrah dan eksistensinya sebagai wanita, dimana mereka-dalam Islam-berada pada derajat yang khusus bagai berlian yang selalu terjaga kemurnian nilainya.
Tentang persamaan antara wanita dan pria di dalam kebebasan kewajiban beragama dan beribadah, Al Qur'an mengatakan sebagai berikut:

"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang jujur, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki danperempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatanrya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (Al Ahzab: 35)


Di dalam masalah takalif (kewajiban-kewajiban) agama dan sosial yang pokok, Al Qur'an menyamakan antara keduanya, sebagaimana firman Allah SWT:

"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At Taubah: 71)


Wanita dengan laki-laki adalah sama dalam hal bahwa keduanya akan menerima pembalasan dari kebaikan mereka dan masuk surga.
Allah SWT berfirman:

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan. (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ...." (Ali 'Imran: 195)

Dari ayat ini jelas sekali bahwa amal perbuatan seseorang itu tidak akan sia-sia di sisi Allah SWT, baik laki-laki maupun wanita. Keduanya adalah berasal dari tanah yang satu dan dari tabiat yang satu. Hingga pada kesempatan yang khusus, kedua makhluk ini dipertemukan dalam jalinan pernikahan di atas dasar cinta dan kasih sayang. Pada hubungan ini, kelemahan yang Nampak pada perempuan akan menjadi pelengkap dan saling melengkapi antara pasangannya, yaitu suami. Dalam jalinan ini, yang satu merupakan tameng bagi yang lain, baik tameng fisik maupun tameng roh dan jiwa. Tidak ada tirai yang kokoh selain tirai yang dibangun kasih saying antara keduanya dan pastinya akan berdampak positif bagi lingkungannya.

3. Perempuan Dalam Naungan Syari’at Islam

        3. Perempuan Dalam Naungan Syari’at Islam
Syari’at Islam dengan aturan dan sangsi-sangsi yang diletakkan, bertujuan untuk merealisasikan metode yang terpadu, tidak hanya untuk lelaki, tidak pula untuk perempuan saja, tapi untuk “Manusia”, untuk “masyarakat muslim”, untuk dan demi moralitas, keelokan budi pekerti, dan kebaikan secara mutlak dan umum, demi keadilan yang absolute dan terpadu.
Banyak persepsi dalam memahami syari’at Islam; ada yang ekstrim, moderat, bahkan tidak sama sekali. Mereka yang mengkaji teks-teks keislaman dengan kedalaman wawasan akan menghasilkan jawaban yang jernih bahwa ajaran Islam memang fleksibel, dalam arti tidak ada pihak yang diutamakan dan dimulyakan. Di antara mereka ada pula yang malah menuduh adanya kesenjangan dan ketidak adilan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Akhirnya terjadi skat-skat dan kubu-kubu. Padahal yang ada adalah hanya variasi dan distribusi tugas dan fungsi serta spesifikasi dan posisi, sebagai konsekwensi logis dari adanya variasi dalam bentuka penciptaan dan watak dasar masing-masing.
Dalam hal jihad, Islam memang tidak mewajibkannya kepada perempuan, tetapi juga tidak mengharamkannya. Faktor penciptaan dan kondisi fisik serta mental perempuan dipersiapkan untuk melahirkan laki-laki yang kelak akan dikenai kewajiban jihad.
Pada sisi lain Islam-sebagaimana paparan di atas-memposisikan kaum perempuan pada proporsi yang sama tingkatannya dengan jihad dalam arti perjuangan. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.
جهادكن الحج
Jihadnya kaum perempuan haji.”(HR. Bukhari)
Secara umum, Islam telah membuat konstitusi bagi para pemeluknya yang laki-laki dan perempuan,
. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Nisa : 32)

BAB IV KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM


BAB IV
KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

  1. Islam dan Pendidikan
Perkembangan peradaban manusia dipengaruhi dengan berbagaimacam perubahan; mulai dari kemanusiaan itu sendiri, agama, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi barometer perkembangan peradaban manusia dari sisi asal kejadian manusia sebagai makhluk yang multi fungsi. Allah menciptakan bumi ini dengan segala fasilitasnya yang disesuaikan fungsinya dengan makhluk yang akan nanti menjadi pemakmurnya. Ungkapan ini tercermin dalam al-Qur’an,
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…..." (QS. Al-Baqarah : 30)
Hingga Allah berfirman,
. Dan Kami berfirman: "Turunlah kalian! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS. Al-Baqarah : 36)
Berdasarkan ayat-ayat Allah di atas, jelaslah bukti kesuksesan manusia memakmurkan bumi, mulai belum terjadi apa-apa hingga bermunculan hasil yang telah diusahakan oleh manusia. Tidak hanya Adam AS. saja yang melakukan perubahan di bumi. Nampak pada ayat di atas, pernyataan kalian, menunjukan keterlibatan selain Adam, yaitu Hawwa. Perempuan suci yang menjadi pendamping hidup Adam dalam memakmurkan bumi dengan segala aktivitasnya.
Wanita adalah manusia juga sebagaimana laki-laki. Wanita merupakan bagian dari laki-laki dan laki-laki merupakan bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:
"... sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain..." (Ali Imran: 195}
Manusia merupakan makhluk hidup yang diantara tabiatnya ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jika tidak demikian, maka bukanlah dia manusia. Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk menguji siapa diantara mereka yang paling baik amalannya.
Oleh karena itu, wanita diberi tugas untuk beramal sebagaimana laki-laki - dan dengan amal yang lebih baik secara khusus untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana laki-laki.
Allah SWT berfirman:
"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)
Siapa pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat dan balasan yang baik di dunia:
"Barangsiapa yang mengeryakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (an-Nahl: 97}
Selain itu, wanita – sebagaimana biasa dikatakan – juga merupakan separuh dari masyarakat manusia, dan Islam tidak pernah tergambarkan akan mengabaikan separuh anggota masyarakatnya serta menetapkannya beku dan lumpuh, lantas dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi sesuatu pun.
Hanya saja tugas wanita yang pertama dan utama yang tidak diperselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau diabaikan oleh faktor material dan kultural apa pun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini, yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud kekayaan yang paling besar, yaitu kekayaan yang berupa manusia (sumber daya manusia).
Diantara aktivitas wanita ialah memelihara rumah tangganya membahagiakan suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang tenteram damai, penuh cinta dan kasih sayang. Hingga terkenal dalam peribahasa, "Bagusnya pelayanan seorang wanita terhadap suaminya dinilai sebagai jihad fi- sabilillah."
Namun demikian, tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak ada seorang pun yang dapat mengharamkan sesuatu tanpa adanya nash syara' yang sahih periwayatannya dan sharih (jelas) petunjuknya. Selain itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.
Kaum perempuan sebagaimana kaum laki-laki. Apa yang menjadi obsesi kaum lelaki, wanitapun mempunyai hal yang sama. Jika kaum lelaki banyak beraktivitas di luar rumah; mulai menjadi kuli hingga menjadi kepala Negara. Yang menjadi perbedaan adalah mampu dan tidak mampu, berilu dan tidak berilmu. Dalam arti lain, jika sebuah pekerjaan yang lazimnya dilakukan oleh kaum lelaki, menjadi juru dakwah misalnya. Di luar sana kaum lelakilah lah mendominasi provesi tersebut, tetapi jika ada di antara kaum perempuan yang keilmuannya mumpuni, maka da’i seorang perempuan bukanlah suatu hal yang aneh, karena pada intinya adalah keilmuan. Terkait dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda:
إذا وسد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
Jika sutu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat (kehancuran) nya.” (HR. Bukhari)

Beginilah tuntunan Islam mengajarkan tatanan dalam aktivitas manusia, dimana Islam pada dasarnya tidak membedakan antara kaum lelaki dengan kaum perempuan pada beberapa sisi.
Diriwayatkan pula bahwa Asma' binti Abu Bakar – yang mempunyai dua ikat pinggang – biasa membantu suaminya Zubair bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk dimasak, sehingga ia juga sering membawanya di atas kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.
Masyarakat sendiri kadang-kadang memerlukan pekerjaan wanita, seperti dalam mengobati dan merawat orang-orang wanita, mengajar anak-anak putri, dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus wanita. Maka yang utama adalah wanita bermuamalah dengan sesama wanita, bukan dengan laki-laki.
Sedangkan diterimanya (diperkenankannya) laki-laki bekerja pada sektor wanita dalam beberapa hal adalah karena dalam kondisi darurat yang seyogianya dibatasi sesuai dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.
Apabila kita memperbolehkan wanita bekerja, maka wajib diikat dengan beberapa syarat, yaitu:
  1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras – padahal Rasulullah SAW. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.
  2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.
Firman Allah:
"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )

"... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )

"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)
  1. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajibankewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugas utamanya.
Dengan demikian, Islam tidaklah mengekang kebebasan para pemeluknya, baik kaum laki-laki lebih-lebih perempuan. Karena ditilik dari hukum asalnya, bahwa semua aktivitas manusia adalah suatu keniscayaan dan bagian dari hak setiap manusia. Adapun jika terlihat beberapa dampak atau konsekwensi dari aktivitas tersebut lebih mendominasi kepada keburukan, maka Islam akan memberikan kebijakan hukum agar tidak lebih jauh terjerumus kepada kemudharatan dan dosa.
Di muka telah dipaparkan tentang pendidikan tentang pentingnya sebuah pendidikan Islam bagi setiap kalangan, terutama bagi keum perempuan yang rentan dengan situasi dan kondisi yang kerapkali bertentangan dengan kejiwaannya. Islam dating sejak awal mengutamakan nilai-nilai pembelajaran universal yang tercermin pada wahyu pertama,
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,” (QS. Al-‘Alaq : 1)
Kendati ayat ini tertuju kepada pribadi Muhammad SAW., namun tidak ada isyarat penghususan, terlihat pada pernyataan Allah ﺇﻗﺮﺃ : bacalah, yang oleh M. Quraisy Shihab dipaparkan, bahwa kata ini mulanya bermakna mengumpulkan, selanjutnya ia menjelaskan:
Apabila Anda merangkai huruf atau kata kemudian Anda mengucapkan rangkaian tersebut maka Anda telah menghimpunnya dan membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam kamus-kamus ditemukan arti dari kata tersebut. Antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun.

Lebih lanjut lagi al-Shabuni memaparkan, bahwa ayat di atas adalah wahyu pertama tertuju kepada nabi Muhammad SAW. yang terkandung makna dakwah kepada membaca, menulis, dan ilmu science. Hal ini merupakan bagian dari syi’ar Islam. Dengan demikian nilai-nilai pendidikan dalam Islam telah digaungkan sejak berpijaknya Islam di muka bumi ini.

BAB III Kajian Perempuan dalam Teori Gender


BAB III

  1. Kajian Perempuan dalam Teori Gender
Salah satu pelajaran berharga dari kesuksesan dakwah Nabi SAW. didasarkan pada kolaborasi dan kemitraan sehati antara lelaki dan perempuan. Keduanya secara biologis memang ditakdirkan berbeda, tetapi secara sosial-kultural sama-sama menentukan arah sejarah kemanusiaan. Karena itu, untuk saat ini, diskriminasi historis dalam melihat perempuan perlu diakhiri sebagai upaya awal pembebasan perempuan dari belenggu sejarahnya.
Rasullullah SAW, telah meletakkan dasar dan ketauladanan dalam meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan. Sayangnya, dalam sejarah peradaban Islam sepeninggal Rasul yang mulia itu posisi perempuan semakin terpuruk. Penyebabnya sangat komplek, mulai dari pertikaian politik internal, kemerosotan sosial ekonomi, hingga menjauhnya umat Islam dari spirit dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Berbagai upaya pembebasan dan pemberdayaan perempuan telah di lakukan selama ini. Asumsinya, jika perempuan berdaya, merdeka, dan mampu tampil memberikan kontribusi positif dalam ranah sosial, politik maupun ekonomi, niscaya dunia Islam akan tampil lebih berjaya.