Monday, February 27, 2012

3. Perempuan Dalam Naungan Syari’at Islam

        3. Perempuan Dalam Naungan Syari’at Islam
Syari’at Islam dengan aturan dan sangsi-sangsi yang diletakkan, bertujuan untuk merealisasikan metode yang terpadu, tidak hanya untuk lelaki, tidak pula untuk perempuan saja, tapi untuk “Manusia”, untuk “masyarakat muslim”, untuk dan demi moralitas, keelokan budi pekerti, dan kebaikan secara mutlak dan umum, demi keadilan yang absolute dan terpadu.
Banyak persepsi dalam memahami syari’at Islam; ada yang ekstrim, moderat, bahkan tidak sama sekali. Mereka yang mengkaji teks-teks keislaman dengan kedalaman wawasan akan menghasilkan jawaban yang jernih bahwa ajaran Islam memang fleksibel, dalam arti tidak ada pihak yang diutamakan dan dimulyakan. Di antara mereka ada pula yang malah menuduh adanya kesenjangan dan ketidak adilan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam. Akhirnya terjadi skat-skat dan kubu-kubu. Padahal yang ada adalah hanya variasi dan distribusi tugas dan fungsi serta spesifikasi dan posisi, sebagai konsekwensi logis dari adanya variasi dalam bentuka penciptaan dan watak dasar masing-masing.
Dalam hal jihad, Islam memang tidak mewajibkannya kepada perempuan, tetapi juga tidak mengharamkannya. Faktor penciptaan dan kondisi fisik serta mental perempuan dipersiapkan untuk melahirkan laki-laki yang kelak akan dikenai kewajiban jihad.
Pada sisi lain Islam-sebagaimana paparan di atas-memposisikan kaum perempuan pada proporsi yang sama tingkatannya dengan jihad dalam arti perjuangan. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW.
جهادكن الحج
Jihadnya kaum perempuan haji.”(HR. Bukhari)
Secara umum, Islam telah membuat konstitusi bagi para pemeluknya yang laki-laki dan perempuan,
. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Nisa : 32)

No comments:

Post a Comment