Thursday, February 23, 2012

BAB I PENDAHULUAN


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Sudah bukan lagi menjadi rahasia umum, ramainya ungkapan persamaan hak terhadap wanita dan munculnya aktivis-aktivis dari gerakan ini telah membuktikan bahwa tidak sejajarnya kedudukan wanita dengan laki-laki. Ketidak-sejajaran terhadap wanita inilah yang telah memaksa kaum feminis untuk berontak dan menuntut haknya, baik didalam keluarga, pendidikan, pekerjaan, bahkan dalam hak politik disuatu Negara.
Gerakan yang pertama kali muncul di Inggris pada abad ke-18, dan kemudian menyebar keseluruh Eropa dan Amerika pada tahun 1772. Inti dari gerakan ini adalah bahwa perempuan harus menerima perlakuan yang sama dengan laki-laki dalam bidang pendidikan, kesempatan kerja, politik, dan standar moral yang sama harus diberlakukan terhadap kedua jenis kelamin ini.1
Pandangan gegabah ini begitu umumnya diterima sehingga selalu diulang-ulang bagaikan fakta yang tak bisa dibantahkan.hampir satu setengah abad telah berlalu sejak pandangan ini muncul, dan keyakinan ini malah semakin menghujam dalam.
Jika pun dalam Islam semua hukum mengenai laki-laki dan perempuan didasarkan pada realitas fundamental bahwa laki-laki dan perempuan itu merupakan dua jenis kelamin yang berbeda, maka itu lebih pada perbedaan yang mencolok antara laki-laki dan perempuan merupakan kebenaran biologis yang tak dapat disangkal. Dengan demikian, bidang kegiatan laki-laki dan perempuan tidak bisa satu dan sama, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam masyarakat. Tentu harus ada perbedaan dalam jenis pekerjaan dan tempat mereka bekerja.
Padahal sudah jelas bahwa Allah SWT, menciptakan segalanya dalam keseimbangan. Sebagaimana makhluk yang lain, manusia juga diciptakan dengan fitrah keseimbangan.2 Dan sudah menjadi hukum alam bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi telah diciptakan secara berpasang-pasangan, termasuk dalam urusan yang tak pernah diketahui oleh manusia.3
Setelah Islam tersebar dan al-qur’an diterima secara luas, al-qur’an mulai memainkan peranannya. Metode-metode mencerminkan tujuan dari sejumlah disiplin ilmu, yang pada gilirannya, berkembang menjadi kategori-kategori studi yang berbeda dalam kesarjanaan Islam. Fikih, tata bahasa, kesusastraan, dan ilmu politik merupakan disiplin paling penting. Salah satu aspek penting metode itu adalah mengatasi keterputusan dengan sumber petunjuk orisinal bagi seluruh umat manusia, yakni la-qur’an. Hingga dewasa ini, tampak jelas bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak muncul. Karenanya, jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut pun tidak dicari. Karena tidak dicari, tentu saja jawabannya tidak muncul.4
Namun demikian dalam prakteknya usaha ini gagal total. Bahkan setelah hampir dua ratus tahun perjuangan, perempuan tetap gagal mendapat status yang sama dengan laki-laki. Perempuan saat ini hampir sama terbelakangnya dengan keadaan mereka sebelum diadakan gerakan women’s lib. Satu-satunya hasil praktis adalah perempuan dapat keluar rumah, dan nampak berkeliaran dimana-mana dengan laki-laki. Berlahan-lahan, kaum perempuan kehilangan sifat kewanitaannya tanpa dapat meraih status yang sama dengan laki-laki dalam setiap bidang.
Semua kitab suci memiliki konsep yang sama tentang perempuan, dan ribuan tahun telah berlalu tanpa pernah konsep itu diragukan, hanya dizaman modern inilah konsep itu ditentang oleh gerakan Womens Lib (pembebasan wanita) yang berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan sama dalam setiap bidang, dan oleh karena itu keduanya harus diberi kesempaatan yang sama.
Sejak zaman dulu, kehidupan telah diatur dengan stabil oleh pembagian kerja, tugas laki-laki adalah, karena kemampuannya yang lebih aktif, untuk mencari nafkah, mengurusi pekerjaan,dan memenuhi panggilan negaranya. Laki-laki secara alamiah lebih sesuai dengan tugas-tugas demikian, dan karena sifat alamiah inilah, makanya tugas-tugas tersebut menjadi tangung jawab laki-laki bukan tugas perempuan. Harus diakui bahwa perempuan memiliki tanggung jawab pengelolaan rumah tangga dikarenakan pembawaannya yang lebih pasif, bakatnya untuk tugas-tugas rumah tangga, kelembutan dan kasih sayangnya, yang semua itu sungguh sesuai untuk mengurusi soal kerumah-tanggaan ketimbang jika soal tersebut harus ditangani oleh laki-laki.
.







DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahan : Yasiin :36
El-khalieqy, Abidah, Perempuan Berkalung Sorban, (Jakarta: Bumi Intaran, 1 Mei 2004)
Jasiman, Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, (Surakarta: AULIA PRESS, 2009),
Khan, Wahiduddin Agar Perempuan Tetap Menjadi Perempuan, Penerjemah Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2003)
Wadud, Aminah dalam Pengantarnya “Al-quran Menurut Perempuan” Penerjemah Abdullah Ali (Jakarta, serambi, 2006)



1 Wahiduddin Khan, Agar Perempuan Tetap Menjadi Perempuan, Penerjemah Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2003) h. 12.

2 Jasiman, Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah, (Surakarta: AULIA PRESS, 2009), h. 193

3 سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنبِتُ اْلأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لاَيَعْلَمُونَ
Maha suci Allah yang telah menciptakan semua berpasang-pasangan, baik dari apa yang telah ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri,maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS: Yasiin :36)

4 Aminah wadud, dalam Pengantarnya “Al-quran Menurut Perempuan” Penerjemah Abdullah Ali (Jakarta, serambi, 2006) h. 12

No comments:

Post a Comment