BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Sudah bukan lagi
menjadi rahasia umum, ramainya ungkapan persamaan hak terhadap wanita
dan munculnya aktivis-aktivis dari gerakan ini telah membuktikan
bahwa tidak sejajarnya kedudukan wanita dengan laki-laki.
Ketidak-sejajaran terhadap wanita inilah yang telah memaksa kaum
feminis untuk berontak dan menuntut haknya, baik didalam keluarga,
pendidikan, pekerjaan, bahkan dalam hak politik disuatu Negara.
Gerakan yang pertama
kali muncul di Inggris pada abad ke-18, dan kemudian menyebar
keseluruh Eropa dan Amerika pada tahun 1772. Inti dari gerakan ini
adalah bahwa perempuan harus menerima perlakuan yang sama dengan
laki-laki dalam bidang pendidikan, kesempatan kerja, politik, dan
standar moral yang sama harus diberlakukan terhadap kedua jenis
kelamin ini.1
Pandangan gegabah
ini begitu umumnya diterima sehingga selalu diulang-ulang bagaikan
fakta yang tak bisa dibantahkan.hampir satu setengah abad telah
berlalu sejak pandangan ini muncul, dan keyakinan ini malah semakin
menghujam dalam.
Jika pun dalam Islam
semua hukum mengenai laki-laki dan perempuan didasarkan pada realitas
fundamental bahwa laki-laki dan perempuan itu merupakan dua jenis
kelamin yang berbeda, maka itu lebih pada perbedaan yang mencolok
antara laki-laki dan perempuan merupakan kebenaran biologis yang tak
dapat disangkal. Dengan demikian, bidang kegiatan laki-laki dan
perempuan tidak bisa satu dan sama, baik dalam kehidupan keluarga
maupun dalam masyarakat. Tentu harus ada perbedaan dalam jenis
pekerjaan dan tempat mereka bekerja.
Padahal sudah jelas
bahwa Allah SWT, menciptakan segalanya dalam keseimbangan.
Sebagaimana makhluk yang lain, manusia juga diciptakan dengan fitrah
keseimbangan.2
Dan sudah menjadi hukum alam bahwa segala sesuatu yang ada dimuka
bumi telah diciptakan secara berpasang-pasangan, termasuk dalam
urusan yang tak pernah diketahui oleh manusia.3
Setelah Islam
tersebar dan al-qur’an diterima secara luas, al-qur’an mulai
memainkan peranannya. Metode-metode mencerminkan tujuan dari sejumlah
disiplin ilmu, yang pada gilirannya, berkembang menjadi
kategori-kategori studi yang berbeda dalam kesarjanaan Islam. Fikih,
tata bahasa, kesusastraan, dan ilmu politik merupakan disiplin paling
penting. Salah satu aspek penting metode itu adalah mengatasi
keterputusan dengan sumber petunjuk orisinal bagi seluruh umat
manusia, yakni la-qur’an. Hingga dewasa ini, tampak jelas bahwa
pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak muncul. Karenanya, jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaan tersebut pun tidak dicari. Karena tidak dicari,
tentu saja jawabannya tidak muncul.4
Namun demikian dalam
prakteknya usaha ini gagal total. Bahkan setelah hampir dua ratus
tahun perjuangan, perempuan tetap gagal mendapat status yang sama
dengan laki-laki. Perempuan saat ini hampir sama terbelakangnya
dengan keadaan mereka sebelum diadakan gerakan women’s
lib. Satu-satunya
hasil praktis adalah perempuan dapat keluar rumah, dan nampak
berkeliaran dimana-mana dengan laki-laki. Berlahan-lahan, kaum
perempuan kehilangan sifat kewanitaannya tanpa dapat meraih status
yang sama dengan laki-laki dalam setiap bidang.
Semua kitab suci
memiliki konsep yang sama tentang perempuan, dan ribuan tahun telah
berlalu tanpa pernah konsep itu diragukan, hanya dizaman modern
inilah konsep itu ditentang oleh gerakan Womens
Lib (pembebasan
wanita) yang berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan sama dalam
setiap bidang, dan oleh karena itu keduanya harus diberi kesempaatan
yang sama.
Sejak zaman dulu,
kehidupan telah diatur dengan stabil oleh pembagian kerja, tugas
laki-laki adalah, karena kemampuannya yang lebih aktif, untuk mencari
nafkah, mengurusi pekerjaan,dan memenuhi panggilan negaranya.
Laki-laki secara alamiah lebih sesuai dengan tugas-tugas demikian,
dan karena sifat alamiah inilah, makanya tugas-tugas tersebut menjadi
tangung jawab laki-laki bukan tugas perempuan. Harus diakui bahwa
perempuan memiliki tanggung jawab pengelolaan rumah tangga
dikarenakan pembawaannya yang lebih pasif, bakatnya untuk tugas-tugas
rumah tangga, kelembutan dan kasih sayangnya, yang semua itu sungguh
sesuai untuk mengurusi soal kerumah-tanggaan ketimbang jika soal
tersebut harus ditangani oleh laki-laki.
.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan
Terjemahan : Yasiin :36
El-khalieqy, Abidah,
Perempuan Berkalung Sorban, (Jakarta: Bumi Intaran, 1 Mei 2004)
Jasiman, Syarah
Rasmul Bayan Tarbiyah,
(Surakarta: AULIA PRESS, 2009),
Khan, Wahiduddin
Agar Perempuan Tetap Menjadi Perempuan,
Penerjemah Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2003)
Wadud, Aminah dalam
Pengantarnya “Al-quran
Menurut Perempuan” Penerjemah
Abdullah Ali (Jakarta, serambi, 2006)
1
Wahiduddin Khan, Agar
Perempuan Tetap Menjadi Perempuan,
Penerjemah Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2003) h.
12.
3
سُبْحَانَ
الَّذِي خَلَقَ اْلأَزْوَاجَ كُلَّهَا
مِمَّا تُنبِتُ اْلأَرْضُ وَمِنْ
أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لاَيَعْلَمُونَ
“Maha
suci Allah yang telah menciptakan semua berpasang-pasangan, baik
dari apa yang telah ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
sendiri,maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”
(QS: Yasiin :36)
4
Aminah wadud, dalam Pengantarnya “Al-quran
Menurut Perempuan” Penerjemah
Abdullah Ali (Jakarta, serambi, 2006) h. 12
No comments:
Post a Comment