BAB IV
KEDUDUKAN
PEREMPUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
- Islam dan Pendidikan
Perkembangan
peradaban manusia dipengaruhi dengan berbagaimacam perubahan; mulai
dari kemanusiaan itu sendiri, agama, politik, ekonomi, pendidikan,
dan lain sebagainya. Hal ini menjadi barometer perkembangan peradaban
manusia dari sisi asal kejadian manusia sebagai makhluk yang multi
fungsi. Allah menciptakan bumi ini dengan segala fasilitasnya yang
disesuaikan fungsinya dengan makhluk yang akan nanti menjadi
pemakmurnya. Ungkapan ini tercermin dalam al-Qur’an,
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…..." (QS.
Al-Baqarah : 30)
Hingga
Allah berfirman,
….
Dan Kami berfirman: "Turunlah kalian! sebagian kamu menjadi
musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
(QS. Al-Baqarah : 36)
Berdasarkan
ayat-ayat Allah di atas, jelaslah bukti kesuksesan manusia
memakmurkan bumi, mulai belum terjadi apa-apa hingga bermunculan
hasil yang telah diusahakan oleh manusia. Tidak hanya Adam AS. saja
yang melakukan perubahan di bumi. Nampak pada ayat di atas,
pernyataan kalian,
menunjukan keterlibatan selain Adam, yaitu Hawwa. Perempuan suci yang
menjadi pendamping hidup Adam dalam memakmurkan bumi dengan segala
aktivitasnya.
Wanita adalah
manusia juga sebagaimana laki-laki. Wanita merupakan bagian dari
laki-laki dan laki-laki merupakan bagian dari wanita, sebagaimana
dikatakan Al-Qur'an:
"... sebagian
kamu adalah turunan dari sebagian yang lain..."
(Ali Imran: 195}
Manusia merupakan
makhluk hidup yang diantara tabiatnya ialah berpikir dan bekerja
(melakukan aktivitas). Jika tidak demikian, maka bukanlah dia
manusia. Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka
beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk menguji
siapa diantara mereka yang paling baik amalannya.
Oleh karena itu,
wanita diberi tugas untuk beramal sebagaimana laki-laki - dan
dengan amal yang lebih baik secara khusus untuk memperoleh
pahala dari Allah Azza
wa Jalla
sebagaimana laki-laki.
Allah SWT berfirman:
"Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),
'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang
beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan...'"
(Ali Imran: 195)
Siapa pun yang
beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat dan balasan
yang baik di dunia:
"Barangsiapa
yang mengeryakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan."
(an-Nahl: 97}
Selain itu, wanita
– sebagaimana biasa dikatakan – juga merupakan separuh dari
masyarakat manusia, dan Islam tidak pernah tergambarkan akan
mengabaikan separuh anggota masyarakatnya serta menetapkannya beku
dan lumpuh, lantas dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan
tidak diberi sesuatu pun.
Hanya saja tugas
wanita yang pertama dan utama yang tidak diperselisihkan lagi ialah
mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah
untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang
agung ini tidak boleh dilupakan atau diabaikan oleh faktor material
dan kultural apa pun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat
menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini, yang
padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud
kekayaan yang paling besar, yaitu kekayaan yang berupa manusia
(sumber daya manusia).
Diantara aktivitas
wanita ialah memelihara rumah tangganya membahagiakan suaminya, dan
membentuk keluarga bahagia yang tenteram damai, penuh cinta dan
kasih sayang. Hingga terkenal dalam peribahasa, "Bagusnya
pelayanan seorang wanita terhadap suaminya dinilai sebagai jihad
fi- sabilillah."
Namun demikian,
tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan
syara'. Karena tidak ada seorang pun yang dapat mengharamkan sesuatu
tanpa adanya nash syara' yang sahih periwayatannya dan sharih
(jelas) petunjuknya. Selain itu, pada dasarnya segala sesuatu dan
semua tindakan itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.
Kaum perempuan
sebagaimana kaum laki-laki. Apa yang menjadi obsesi kaum lelaki,
wanitapun mempunyai hal yang sama. Jika kaum lelaki banyak
beraktivitas di luar rumah; mulai menjadi kuli hingga menjadi kepala
Negara. Yang menjadi perbedaan adalah mampu dan tidak mampu, berilu
dan tidak berilmu. Dalam arti lain, jika sebuah pekerjaan yang
lazimnya dilakukan oleh kaum lelaki, menjadi juru dakwah misalnya. Di
luar sana kaum lelakilah lah mendominasi provesi tersebut, tetapi
jika ada di antara kaum perempuan yang keilmuannya mumpuni, maka da’i
seorang perempuan bukanlah suatu hal yang aneh, karena pada intinya
adalah keilmuan. Terkait dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda:
إذا
وسد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
“Jika sutu
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat
(kehancuran) nya.”
(HR. Bukhari)
Beginilah tuntunan
Islam mengajarkan tatanan dalam aktivitas manusia, dimana Islam pada
dasarnya tidak membedakan antara kaum lelaki dengan kaum perempuan
pada beberapa sisi.
Diriwayatkan pula
bahwa Asma' binti Abu Bakar – yang mempunyai dua ikat pinggang
– biasa membantu suaminya Zubair bin Awwam dalam mengurus kudanya,
menumbuk biji-bijian untuk dimasak, sehingga ia juga sering
membawanya di atas kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.
Masyarakat sendiri
kadang-kadang memerlukan pekerjaan wanita, seperti dalam mengobati
dan merawat orang-orang wanita, mengajar anak-anak putri, dan
kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus wanita. Maka yang
utama adalah wanita bermuamalah dengan sesama wanita, bukan
dengan laki-laki.
Sedangkan
diterimanya (diperkenankannya) laki-laki bekerja pada sektor wanita
dalam beberapa hal adalah karena dalam kondisi darurat yang
seyogianya dibatasi sesuai dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah
umum.
Apabila kita
memperbolehkan wanita bekerja, maka wajib diikat dengan beberapa
syarat, yaitu:
- Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras – padahal Rasulullah SAW. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.
- Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.
Firman Allah:
"Katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya
...'" (an-Nur: 31 )
"... dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan ..."
(an-Nur: 31 )
"... Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik"
(al-Ahzab 32)
Dengan demikian,
Islam tidaklah mengekang kebebasan para pemeluknya, baik kaum
laki-laki lebih-lebih perempuan. Karena ditilik dari hukum asalnya,
bahwa semua aktivitas manusia adalah suatu keniscayaan dan bagian
dari hak setiap manusia. Adapun jika terlihat beberapa dampak atau
konsekwensi dari aktivitas tersebut lebih mendominasi kepada
keburukan, maka Islam akan memberikan kebijakan hukum agar tidak
lebih jauh terjerumus kepada kemudharatan dan dosa.
Di muka telah
dipaparkan tentang pendidikan tentang pentingnya sebuah pendidikan
Islam bagi setiap kalangan, terutama bagi keum perempuan yang rentan
dengan situasi dan kondisi yang kerapkali bertentangan dengan
kejiwaannya. Islam dating sejak awal mengutamakan nilai-nilai
pembelajaran universal yang tercermin pada wahyu pertama,
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,”
(QS. Al-‘Alaq : 1)
Kendati
ayat ini tertuju kepada pribadi Muhammad SAW., namun tidak ada
isyarat penghususan, terlihat pada pernyataan Allah ﺇﻗﺮﺃ
: bacalah,
yang
oleh M. Quraisy Shihab dipaparkan, bahwa kata ini mulanya bermakna
mengumpulkan,
selanjutnya ia menjelaskan:
Apabila Anda
merangkai huruf atau kata kemudian Anda mengucapkan rangkaian
tersebut maka Anda telah menghimpunnya
dan membacanya.
Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan
adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus
diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. Karenanya, dalam
kamus-kamus ditemukan arti dari kata tersebut. Antara lain:
menyampaikan,
menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu,
dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun.
Lebih
lanjut lagi al-Shabuni
memaparkan, bahwa ayat di atas adalah wahyu pertama tertuju kepada
nabi Muhammad SAW. yang terkandung makna dakwah kepada membaca,
menulis, dan ilmu science.
Hal ini merupakan bagian dari syi’ar Islam. Dengan demikian
nilai-nilai pendidikan dalam Islam telah digaungkan sejak berpijaknya
Islam di muka bumi ini.
No comments:
Post a Comment